Minggu, 12 Februari 2012

tehnik sampling


A.   Penjelasan Mengenai Tehnik-Tehnik Sampling
Secara garis besar ada dua desain sampel utama yaitu desain probabilitas dan desain non probabilitas. Masing-masing kategori mempunyai sub-sub kategori yang lebih kecil, dalam pembahasan ini kita akan memulai dengan desain probabilitas.
A.    Pengambilan sampel secara random sederhana (simple random sampling)
Cara pengambilan sampel dengan teknik ini ialah dengan memberikan suatu nomor yang berbeda kepada setiap anggota populasi, kemudian memilih sampel dengan menggunakan angka-angka random. Keuntungan menggunakan teknik ini ialah penelitian tidak membutuhkan pengetahuan tentang populasi sebelumnya bebas dari kesalahan-kesalahan klasifikasi yang kemunkinan dapat terjadi dan dengan mudah data dianalisis serta kesalahan-kesalahan dapat dihitung. Kelemahan dalam teknik ini ialah: peneliti tidak dapat memanfaatkan pengetahuan yang dipunyainya tentang populasi dan tingkat kesalahan dalam penentuan ukuran sampel lebih besar.
B.     Pengambilan sampel secara random sistematis (systematic random sampling)
Teknik ini merupakan pengembangan teknik sebelumnya hanya bedanya tekniki ini menggunakan urutan-urutan alami. Caranya ialah pilih secara random dimulai dari antara angka 1 dan integer yang terdekat terhadap ratio sampling (N/n) kemudian pilih item-item dengan interval dari integer yang terdekat terhadap ratio sampling, keuntungan menggunakan sampel ini ialah penelitian menyederhanakan proses penarikan sampel dan mudah di cek dan menekan keanekaragaan sampel. Kerugiannya ialah apabila interval berhubungan dengan pengurutan periodik suatu populasi, maka akan terjadi keanekaragaman sampel.
C.     Pengambilan sampel secara random bertahap (random multistage)
Desain ini merupakan variasi dari desain di atas tetapi lebih kompleks. Caranya ialah dengan menggunakan bentuk sampel acak dengan seddikit-dikitnya dua tahap. Keuntungannya ialah daftar sampel, identifikasi, dan penomoran yang dibutuhkan hanya untuk para anggota dari unit sampling yang dipilih dalam sampel. Jika unit sampling didenfinisikan secara geografis akan lebih menghemat biayanya. Kelemahannya ialah tingkat kesalahan akan menjadi tinggi apabila jumlah sampling unit yang dipilih menurun.   
D.    Teknik pengambilan sampel secara random bertingkat (stratified random sampling)
1.      Proporsional
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menyeleksi setiap unit sampling yang sesuai dengan ukuran unit sampling. Keuntungannya ialah aspek representatifnya lebih meyakinkan sesuai dengan sifat-sifat yang membentuk dasar unit-unit yang mengklasifikasinya, sehingga mengurangi keanekaragamannya. Karakteristik-karakteristik masing-masing strata dapat diestimasikan sehingga dapat dibuat perbandingan, kerugiannya ialah membutuhkan informasi yang akurat pada proporsi populasi untuk masing-masing strata, jika hal tersebut diabaikan maka kesalahan akan muncul.
2.      Disporposional
Strategu pengambilan sampel sama dengan proposional. Perbedaannya ialah terletak pada ukuran sampel yang tidak proposional terhadap ukuran unit sampling karena untuk kepentingan pertimbangan analisis dan kesesuaian.
E.     TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL CLUSTER
Strategi pengambilan sampel dilakukan dengan cara memilih unit-unit sampling dengan menggunakan formulir tertentu sampling acak, unit-unit akhir ialah kelompok-kelompok tertentu, pilih kelompok-kelompok tertentu, pilih kelompok-kelompok tersebut secara random dan hitung masing-masing kelompok. keuntungan menggunakan teknik ini ialah jika kluster-kluster didasarkan pada perbedaan geografis maka biaya penelitiannya menjadi lebih murah, karakteristik kluster dan populasi dapat diestimasi. Kelemahannya ialah membutuhkan kemampuan untuk membedakan masing-masing anggota populasi secara unnik terhadap kluster, yang akan menyebabkan kemungkinan adanya duplikasi atau penghilangan individu-individu tertentu.
F.      TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL CLUSTER BERTSRATA (STRATIFIED CLUSTER)
Cara menyeleksi sampel cara memilih kluster-kluster secara random untuk setiap unit sampling. Keuntungannya ialah mengurangi keanekaragaman sampling kluster sederhana. kelemahannya ialah karakteristik-karakteristik kluster bisa berubah sehingga keuntungannya dapat hilang karena itu tidak dapat dipakai untuk penelitiannya berikutnya.
G.    REPETISI: MULITPLE ATAU SEQUENSIAL (berurutan)
Dua sempel atau lebih dari kluster di atas (f) diambil dengan menggunakan hasil-hasil dari sampel-sampel berikutnya. Keuntungan menggunakan teknik ialah memberikan estimasi karakteristik populasi yang memfasilitasi perancangan yang efisien untuk sampel-sampel berikutnya, kelemahan teknik ini ialah penghitungan dan analisis akan dilakukan berulang-ulang. Sampling berurutan hanya dapat digunakan jika suatu sempel yang kecil dapat mencerminkan populasinya.
H.    DESAIN NON PROBABILITAS
1.      Penilaian (judgment)
Memilih sampel dari suatu populasinya didasarkan pada informasi yang tersedia, sehingga perwakilannya terhadap populasi dapat dipertanggungjwabkan. Keuntungannya ialah unit-unit yang terakhir dipilih dapat dipilih sehingga mereka mempunyai banyak kemiripan. Kerugaiannya ialah memunculkan keanekaragaman dan bias estimasi terhadap populasi dan sampel yang dipilihnya.
2.      Kesesuaian (convenience)
Memilih unit-unit analisis dengan cara yang dianggap sesuai oleh peneliti. Keuntungan ialah dapat dilakukan dengan cepat dan murah. Kelemahannya ialah mengandung sejumlah kesalahan sistematik dan variabel-variabel yang tidak diketahui.
3.      Teknik bola salju (snowball)
Memilih unit-unit yang mempunyai karakteristik langka dan unit-unit tambahan yang ditunjukkan oleh responden sebelumnya. Keuntunngannya ialah hanya digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Kelemahannya ialah perwakilan dari karakteristik langka dapat tidak terlihat di sampel yang sudah dipilih.

Teori Sosiologi Modern: Biografi Luwis A Coser


A.    Biografi Singkat
Lewis Alfred Coser  ( biasa di singkat Lewis A. Coser ) lahir di Berlin, tahun 1913. Ia menggabungkan karier akademik yang istimewa dengan perhatian kuat atas kebijakan social dan politik. Setelah Perang Dunia ke II, ia mengajar di Universitas Chicago dan Universitas Brandeis, namun gelar Ph.D-nya didapat dari Universitas Columbia pada 1968. Gelar guru besar didapat dari universitas Brandeis, kemudian di Universitas ini pula Coser banyak berkiprah di dunia sosiolog.[1]
Karya Coser yang sangat fenomenal dan monumental adalah The Functions of Social Conflict. Dalam buku ini, terdapat 16 proposisi yang dikutip dari Georg Simmel untuk kemudian dikembangkan menjadi penjelasan-penjelasan tentang konflik yang menarik. Dari proposisi-proposisi Simmel, Coser mengkritik dengan cara menghubungkan pada perkembangan fakta atau fenomena yang terjadi jauh ketika Simmel hidup.
Tidak jarang ia mengkritisi pandangan Simmel dengan cara membandingkan dengan gagasan sosiolog-sosiolog klasik. Hal yang menarik dari Coser adalah bahwa ia sangat disiplin dalam satu tema. Ia benar-benar concern pada pada tema-tema konfik, baik konflik ditingkatan eksternal, maupun internal. Ia mampu mengurai konflik dari sisi luar sampai sisi dalam. Jika dihubungkan dengan pendekatan fungsionalisme, tampak ada upaya Lewis Coser untuk mengintegrasikan fungsionalisme dengan konflik. Georger Ritzer menyatakan bahwa dengan melakukan kombinasi itu, baik teori fungsionalisme maupun teori konflik akan lebih kuat ketimbang berdiri sendiri.
Selain sebagai sosiolog yang mengkritisi tadisi sebelumnya, ia pernah menulis buku sejarah Partai Komunis di Amerika dan ia aktif sebagai kolumnis beberapa jurnal di sana. Tulisan Coser yang terkenal adalah Greedy Institutions (Institusi Tamak), yang dalam buku tersebut Coser menyatakan bahwa karakter kehidupan modern, saat ini sudah bermuka “ tidak pandang bulu” yang terdistribusi , tersegmentasi dan teralienasi.masyarakat seprti ini membatasi kebebasan manusia. Karena itu, Coser tertarik dengan “jaringan konflik” atau kesetiaan yang terpotong yang dapat mengikat sebuah masyarakat dan menggerakkan perjuangan dan konfrontasi.
Buku Coser tentang Fungsi Konflik Sosial adalah hasil dari disertasi doktoralnya. Karya-karya lainnya antara lain adalah; Partai Komunis Amerika: A Critical History (1957), Men of Ideas (1965), Continues in the Study of Sosial Conflict (1967), Master of Sosiological Thought (1971) dan beberapa buku lainnya disamping sebagai editor maupun distributor publikasi. Coser meninggal pada tanggal 8 Juli 2003, di Cambridge, Massachusetts dalam usia 89 tahun. 

B.     Latar Belakang Munculnya Teori Fungsi Konflik Structural Lewis Coser
Buku The Functions of Social Conflict merupakan sebuah eksposisi dan pengembangan karya Simmel yang lebih tajam dalam hal fragmentasinya. Dalam buku ini, Coser menyatakan bahwa ilmuwan sosiologi harus memberikan perhatian kuat pada konflik.
Pandangan Coser tidak lepas dari kritiknya atas sosiologi Amerika waktu itu yang mulai melupakan pembicaraan konflik. Para sosiolog Amerika yang ramai-ramai mengembangkan fungsionalisme telah menggeser tradisi berpikir sosiologi sebelumya yang berbentuk sosiologi murni menuju corak sosiologi terapan.[2]
Oleh karenanya, pada buku The Function of Sosial Conflict yang diterbitkan pada tahun 1956, Coser mengkritik gagasan-gagasan Parsons yang lebih pada menjaga keseimbangan dan consensus dibanding mengupas konflik secara mendalam. Beberapa ilmuwan sosiologi tabu untuk membicarakan konflik.  
Apa yang dikritik Coser bisa dikembangkan dengan baik melalui upaya pelacakan sosiologi lewat sumber utama, terutama yang telah dikerjakan dan terangkum di gagasan sosiolog klasik. Dengan kata lain, Coser menggunakan dan memanfaatkan warisan dari sosiolog terdahulu. Irving M. Zeitlin menyatakan bahwa Coser ingin menjelaskan konsep social dan mengonsolidasikan skema konsep sesuai dengan data yang berlangsung dalam konflik. [3]
Di bawah ini penjelasaan rinci, mengenai latar belakang munculnya teori fungsi konflik social:
 1. Latar Belakang Sosial Politik Munculnya Teori Fungsi Sosial Konflik 
Tahun 1956, tiga tahun sebelum diterbitkannya buku Dahrendorf edisi bahasa Inggris yakni, Class Conflict in Industrial Society, sosiolog Amerika Lewis Coser menerbitkan buku berjudul The functions of Sosial Conflict. Latar belakang munculnya pemikiran Coser tentang fungsi konflik sosial dapat dijelaskan dengan melihat kondisi intelektual, sosial dan politik pada saat itu. Kondisi intelektual adalah respon Coser atas dominasi pemikiran fungsionalisme yang merupakan orientasi teoritis dominan dalam sosiologi Amerika pada pertengahan tahun 1950 . [4]
Coser memulai pendekatannya dengan suatu kecaman terhadap tekanan pada nilai atau konsensus normatif, ketearutan dan keselarasan. Dia mengemukakan bahwa proses konflik dipandang dan diperlakukan sebagai sesuatu yang mengacaukan atau disfungsional terhadap keseimbangan sistem secara keseluruhan. Padahal dalam pandangan Coser konflik tidak serta-merta merusakkan, berkonotasi disfungsional, disintegrasi ataupun patologis untuk sistem dimana konflik itu terjadi melainkan bahwa konflik itu dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi positif untuk menguntungkan sistem itu.
Adapun kondisi sosial politik pada saat Coser memunculkan teori fungsi konflik sosial ini adalah masih kuatnya pengaruh Anti-Semitisme atau prasangka rasialisme, perang antar bangsa yang sering merangsang nasionalisme dan semangat patriotisme yang tinggi, pengurangan kebebasan dari orang Amerika-Jepang di Amerika Serikat dan berbagai konflik-konflik lainnya yang ikut manjadi kajian analisis Coser khususnya konflik antar kelompok dan solidaritas kelompok dalam. Coser tidak ragu-ragu untuk menulis kritis tentang politik dan keadaan moral masyarakat. Sebagai reaksi terhadap intoleransi dari McCarthy pada 1950-an, ia dan teman Irving Howe menciptakan anti kemapanan radikal lewat jurnal Dissent, yang diterbitkan secara berkala dalam publikasi jurnal . 
         2. Fenomena Sosial yang Melahirkan Teori Fungsi Sosial Konflik
Pertengahan tahun 1950, saat Coser menulis teori fungsional konflik sosial, Coser sebenarnya telah melewati dan memasuki beberapa rana konflik seperti saat kajian Coser disela oleh Perang Dunia II ketika ia ditahan polisi Perancis dan dikirim ke kamp konsentrasi. Setelah dibebaskan, ia berhasil mendapatkan salah satu dari visa masuk Amerika terakhir yang dikeluarkan ke pengungsi Jerman sebelum perang dimulai, dan pada tahun 1941, ia naik kapal menuju New York City tempat dimana dia melanjutkan kajian dan menerbitkan teori fungsi sosial konflik.
Pada kenyataannya, pada tahun 1941 sampai dengan 1951 Coser lebih banyak waktunya dihabiskan di Columbia University baik sebagai mahasiswa pascasarjana maupun sebagai pengajar sampai akhirnya menjadi Professor Sosiologi. Beberapa fenomena menarik dalam kehidupan Coser pada masa-masa awal penulisan teori fungsional konflik sosial adalah keterlibatan Coser secara aktif menulis kritik-kritik sosial sebagai reaksi intoleransi dari McCarthy pada 1950-an, ia dan teman Irving Howe menciptakan anti kemapanan radikal lewat jurnal Dissent. Dia menulis dalam otobiografinya kontribusi Sociological Lives (1988) 
3. Pemikiran politik dan atau teori sosial yang mempengaruhi Fungsi Sosial Konflik
Umumnya analisa Coser mengenai fungsi konflik sosial dapat dipandang sebagai suatu alternatif terhadap persepektif-persepektif teori konflik radikal yang diinspirasi pandangan Marxis. Selama lebih dua puluh tahun Lewis A Coser tetap terikat pada model sosiologi dengan tekanan pada struktur sosial. Pada saat yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan pendekatan fungsional struktural versus teori konflik. Dengan demikian dapat ditelusuri bahwa pemikir struktural fungsional konflik memiliki andil atau kontribusi dalam karya Coser.
Pada bab awal bukunya tentang fungsi sosial konflik, Coser menyatakan pemahamannya tentang konflik dengan mengutip Albion Small dan George E. Vincen ketika menulis, “Sosiologi dilahirkan dalam semangat modern untuk memperbaiki masyarakat”. Coser memilih menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif untuk membentuk serta mempertahankan struktur. Coser membangun pernyataan-pernyataannya tentang konflik sosial terutama melalui kepercayaanya pada ahli sosiologi George Simmel. Dalam rangka menyusun teori konflik sosial, Coser mengeksplorasi ide-ide yang dinyatakan oleh George Simmel dalam karya klasik, Konflik. Esai ini menganalisis konflik dalam hal proses interaktif dan menggambarkan konflik sebagai "suatu bentuk sosialisasi. 
Walaupun kadang-kadang Coser ditempatkan di dalam satu paradigma yang berbeda dari paradigma kaum fungsional struktural lainnya, tetapi lewat kajian cermat atas karyanya terlihat bahwa dia tetap memiliki komitmen dengan pandangan teoritis utama terhadap teori konflik. Coser tetap menganggap bahwa teori konflik adalah teori parsial daripada sebagai pendekatan yang dapat menjelaskan seluruh realitas sosial. Lewis Coser mencoba membimbing perhatian kaum fungsionalis kepada proses konflik sosial dan menyatukannya ke dalam analisa kaum fungsionalis. 
Coser mendasarkan analisanya dalam The Functions of Social Conflict pada ide-ide Simmel bahwa konflik merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang dasar, dan bahwa proses konflik dihubungkan dengan bentuk-bentuk alternatif seperti kerjasama. Coser bukan tidak setuju dengan tekanan Parson pada tingkat analisa sistem sosial, juga tidak sepenuhnya mengikuti Simmel bahwa analisa sosial harus dipusatkan terutama pada bentuk-bentuk interaksi. Coser pada prinsipnya memiliki pandangan utama bahwa konflik tidak harus merusakkan atau bersifat disfungsional .
4. Latar Belakang Pribadi Lewis A Coser
Lewis A Coser dilahirkan dalam sebuah keluarga borjuis Yahudi pada 27 November 1913, di Berlin, Jerman. Lewis Coser memberontak melawan atas kehidupan kelas menengah yang diberikan kepadanya oleh orang tuanya, Martin (seorang bankir) dan Margarete (Fehlow) Coser. Pada masa remajanya ia sudah bergabung dengan gerakan sosialis dan meskipun bukan murid yang luar biasa dan tidak rajin sekolah tetapi ia tetap membaca voluminously sendiri. 
Ketika Hitler berkuasa di Jerman, Coser melarikan diri ke Paris, tempat ia bekerja serabutan untuk mempertahankan eksistensi dirinya. Ia menjadi aktif dalam gerakan sosialis, bergabung dengan beberapa kelompok-kelompok radikal, termasuk organisasi Trotskyis yang disebut "The Spark." Pada tahun 1936, ia akhirnya mampu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, menjadi seorang ahli statistik untuk perusahaan broker Amerika. Dia juga terdaftar di Sorbonne sebagai mahasiswa sastra komparatif tetapi kemudian mengubah fokus untuk sosiologi.
Pada tahun 1942 ia menikah dengan Rose Laub; mereka punya dua anak yang bernama Ellen dan Steven. Pada tahun 1948, setelah periode singkat sebagai mahasiswa pascasarjana di Columbia University, Coser menerima posisi sebagai tenaga pengajar ilmu sosial di Universitas Chicago. Pada tahun yang sama, ia menjadi warga negara AS naturalisasi. Pada tahun 1950, ia kembali ke Universitas Columbia sekali lagi untuk melanjutkan studinya, menerima gelar doktor pada tahun 1954. Ia diminta oleh Brandeis University di Waltham, Massachusetts pada tahun 1951. Pertama sebagai seorang dosen dan kemudian sebagai profesor sosiologi. Dia tetap di Brandeis, yang dianggap sebagai surga bagi kaum liberal, sampai 1968. Buku Coser tentang Fungsi Konflik Sosial adalah hasil dari disertasi doktoralnya. Karya-karya lainnya antara lain adalah; Partai Komunis Amerika: A Critical History (1957), Men of Ideas (1965), Continues in the Study of Sosial Conflict (1967), Master of Sosiological Thought (1971) dan beberapa buku lainnya disamping sebagai editor maupun distributor publikasi. Coser meninggal pada tanggal 8 Juli 2003, di Cambridge, Massachusetts dalam usia 89 tahun. 
5. Pertanyaan Teoritik yang Diajukan dalam Fungsi Konflik Sosial
Kemunculan teori fungsional konflik sosial memang tidak dapat dilepaskan dengan pertanyaan-pertanyaan teoritik yang melatar belakangi munculnya teori fungsi konflik sosial. Awalnya, dalam perkembangan teori-teori sosial di Amerika era pertengahan abad sembilan belas masih terus didominasi oleh pemikiran struktural fungsional. Coser pun sebenarnya tetap tidak dapat melepaskan sepenuhnya kerangka berpikir struktur fungsional dalam membangun gagasan-gagasannya tentang fungsi konflik sosial. Setidaknya pertanyaan teoritik yang diajukan Coser dalam melahirkan teori fungsional konflik sosial melalui kritik Coser terhadap teoritisi pandahulunya memperlihatkan bahwa analisa Coser tetap berada pada struktur dan interaksi sosial sekalipun perhatian utamanya tetap pada konflik.
Coser menyatakan bahwa konflik sosial seringkali diabaikan oleh para ahli sosiologi, karena mereka cenderung menekankan pada sisi yang negatif atau terpecah belah. Coser ingin memperbaiki dengan cara menekankan pada sisi konflik yang positif yakni dengan mengajukan pertanyaan teoritik, “bagaimana konflik itu dapat memberi sumbangan pada ketahanan dan adaptasi dari kelompok, interaksi dan sistem sosial” . Coser juga mengambil pembahasan dari Simmel, mengembangkan proposisi dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi-kondisi di mana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat . 
Pertanyaan inilah kemudian dikembangkan untuk melihat beberapa aspek konflik dalam struktur sosial seperti konflik antar kelompok dan solidaritas kelompok-dalam, konflik dan solidaritas dalam kelompok, konsekuensi dipendamnya konflik, ikatan konflik dan pemeliharaan fungsi-fungsi konflik sosial, katup penyelamat, konflik realistis dan non realistis serta permusuhan dalam hubungan-hubungan sosial yang intim. 


[1] Dwi Susilo, Rachmad K. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2008, hlm 223-224
[2] Susilo,Dwi & Rachmad K. 20 Tokoh Sosiologi Modern.Jakarta: Ar-Ruzz Media. 2008, hlm 225
[3] Zeitlin, Erving M. Memahami Kembali Sosiologi, Jogjakarta: Gadjah Mada University Press. 1995.hlm 157
[4] Dwi Susilo, Rachmad K. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Jogjakart: Ar-Ruzz Media. 2008, hlm 225

Asusmsi teori fungsionalisme struktural lewis Coser


A.    Asumsi lewis Coser
Pandangan Coser tidak lepas dari kritiknya atas sosiologi Amerika waktu itu yang mulai melupakan pembicaraan konflik. Para sosiolog Amerika yang ramai-ramai mengembangkan fungsionalisme telah menggeser tradisi berpikir sosiologi sebelumya yang berbentuk sosiologi murni menuju corak sosiologi terapan ( Applied Sociology ). Disamping itu, pemanfaatan temuan-temuan riset dan personel peneliti para sosiolog masuk ke birokrasi public dan perusahaan swasta. Para sosiolog Amerika tidak pernah membuat gambaran baik mengenai konflik. Bagi mereka, konflik adalah disfungsi yang harus di hindari.[1]
Menurut Lewis Coser, sosiologi harus mampu menerangkan ketertiban maupun konflik, struktur maupun perubahan. Kritik yang dilancarkan terhadap teori konflik dan fungsionalisme structural maupun kekurangan yang melekat di dalam masing-masing teori itu, menimbulkan beberapa  upaya untuk mengatasi masalahnya dengan merekonsiliasi atau mengintegrasikan kedua teori antara teori fungsionalisme structural dan teori konflik. Asumsinya adalah bahwa dengan  kombinasi maka kedua teori itu akan menjadi lebih kuat ketimbang masing-masing berdiri sendiri. Karya yang paling terkenal yang mencoba mengintegrasikan kedua perspektif ini berasal dari Lewis Coser, The Function of Social Conflict ( 1956 ).[2]
Pemikiran awal tentang fungsi konflik social berasal dari Georg Simmel, tetapi di perluas oleh Coser. Coser lebih memilih George simmel dari pada tokoh sosiolog klasik lain. George Simmel jauh lebih menarik perhatian Coser. Coser memilih gagasan Simmel berupa akar gagasan dan komitmen umum untuk analisis fenomena social berupa konflik social. Lewat tangan dan pemikiran Lewis Coser, Tulisan George Simmel yang kurang beraturan dan masih kabur penegasannya menjadi semakin jelas posisinya, juga tentunya lebih sistematis.[3] Coser berjasa membuat tulisan George Simmel menjadi lebih hidup lewat tangan dan buah pemikirannya.
 Sisi  menarik pandangan sosiologis Coser adalah kesetiaan atas kajian konflik yang bisa di jelaskannya pada dua hal penting.[4]
1.      Konflik dapat mengikat masyarakat secara bersama-sama
2.      Konflik dapat menggerakkan perjuangan dan konfrontasi.
Coser berbeda dari beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda yaitu teori kaum fungsional structural versus teori konflik, maka Coser mengemukakan  asumsinya bahwa dengan  kombinasi maka kedua teori itu akan menjadi lebih kuat ketimbang masing-masing berdiri sendiri.
Pada sisi lain dalam pemikiran teori konflik, Coser melihat konflik sebagai mekanisme perubahan sosial dan penyesuaian, dapat memberi peran positif, atau fungsi positif, dalam masyarakat.
Pandangan teori Coser pada dasarnya usaha menjembatani teori fungsional dan teori konflik, hal itu terlihat dari fokus perhatiannya terhadap fungsi integratif konflik dalam sistem sosial. Coser sepakat pada fungsi konflik sosial dalam sistem sosial, lebih khususnya dalam hubungannya pada kelembagaan yang kaku, perkembangan teknis, dan produktivitas, dan kemudian konsen pada hubungan antara konflik dan perubahan sosial.


[1] Dwi Susilo, Rachmad K. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Jogjakart: Ar-Ruzz Media. 2008, hlm 225
[2] Ritzer George & Goodman, Douglas J. Teori Sosiologi Modern. Ed 6. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm , 158-159
[3] Coser mengemukakan, Simmel nampaknya mengikuti dorongan hatinya, mulai dari epistimologi Kant sampai ke sosiologi mengenai makanan atau mode atau topic apa saja lainnya yang mungkin muncul dalam fantasinya. Dalam proses itulah dia mengembangkan sejumlah seketsa yang analitis dan brilian, namun hasil keseluruhannya bersifat fragmen-fragmen.  Baca ,( Johnson, Doyle Paul, Teori Sosiologi Modern dan Klasik, Jakarta: Gramedia, 1986, hlm 254 ).
[4] Dwi Susilo, Rachmad K. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Jogjakart: Ar-Ruzz Media. 2008, hlm 226

komunikasi sosial


  • 1.      Di dalam kehidupan sehari-hari komunikasi merupakan sesuatu yang vital. Komunikasi berperan penting bagi kehidupan manusia, karena manusia itu sendiri dikenal sebagai makhluk social. Setiap saat pasti manusia melakukan komunikasi. Komunikasi juga merupakan syarat terjadinya interaksi. Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia. Kehidupan manusia akan tampak hampa atau tiada kehidupan sama sekali apabila tidak ada komunikasi. Karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia baik secara perorangan, kelompok, ataupun organisasi tidak mungkin terjadi. Pentingnya komunikasi dalam proses interaksi adalah  melalui komunikasi seseorang menyampaikan apa yang ada dalam benak pikirannya dan atau perasaan hati nuraninya kepada orang lain baik secara langsung ataupun tidak langsung. Melalui komunikasi seseorang dapat membuat dirinya untuk tidak terasing atau terisolasi dari lingkungan sekitarnya. Melalui komunikasi seseorang dapat mengerjakan atau memberitahukan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Melalui komunikasi seseorang dapat mengetahui dan mempelajari mengenai diri orang-orang lain dan berbagai peristiwa yang terjadi dilingkungannya, baik yang dekat maupun yang jauh. Melalui komunikasi seseorang dapat mengenali mengenai dirinya sendiri. Melalui komunikasi seseorang dapat memperoleh hiburan atau menghibur orang lain. Melalui komunikasi seseorang dapat mengurangi perasaan tegang karena berbagai masalah yang dihadapinya.
  • 2.      Proses komunikasi social dikatakan efektif apabila orang yang melakukan komunikasi faham akan background atau latar belakang lawan bicara. Kemudian komunikasi yang semakin banyak singgungannya serta adanya proses menyamakan persepsi. Dari penyamaan persepsi tersebut komunikasi dapat dikatakan efektif.
  • Dalam komunikasi verbal dan non verbal.  Apabila komunikasi kita harapkan efektif, pesan-pesan verbal dan nonverbal haruslah saling menguatkan satu sama lain dan membentuk suatu keseluruhan yang jujur dan terpadu.

3.      Factor yang menjadi kendala dalam berkomunikasi adalah :
Setidaknya ada tiga penyebab yang menghambat komunikasi :
1)      Tidak adanya kepercayaan, sikap percaya adalah syarat pertama dalam membangun sebuah komunikasi yang baik. Jika kepercayaan itu hilang maka hilang pula efektivitas dari sebuah proses komunikasi.   Contoh ketika kita tidak percaya kepada teman , mungkin karena ia tidak jujur atau kita merasa kalau ia berkhianat, biasanya kita pun akan menjaga jarak dengan dia, tidak terlalu membuka diri, berbicarapun hanya seperlunya akibatnya hubungan komunikasi yang terjalin sangat dangkal dan tidak akrab.
2)      Sikap defensife. Sikap yang memiliki makna bertahan sikap ini biasanya  akan muncul ketika seseorang berlaku tidak jujur, menyembunyikan sesuatu dan kehilangan sikap empati terhadap lawan bicar. Orang yang defensive selalu mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena dalam berkomunikasi cenderung untuk lebih banyak bertahan dan melindungi diri dari pada berusaha menahan pesan yang disampaikan orang lain. Adan banyak hal yang menyebabkan seseorang banyak berperilaku defensive baik yang bersifat situasional, contoh perilaku komunikasi orang lain yang terlalu agresif, maupun yang bersifat personal contoh rendah diri, ketakutan, kecemasan, trauma karena pengalaman buruk masa lalu.
3)      Sikap yang tetutup. Hambatan dalam berkomunikasi interpersonal akan terjadi apabila satu pihak atau kedua pihak yang berkomunikasi tidak saling terbuka. Sikap ini akan timbul ketika seseorang menilai pesan yang disampaikan orang lain berdasarkan motif pribadinya.
Masih ada hambatan lain dalam komunikasi yang efektif :
1)      Persepsi yang berbeda, perbedaan persepsi antara sipemberi pesan dengan orang yang menerima pesan akan menghambat proses komunikasi. Bahkan melahirkan pertengkaran
2)      Cenderung mengabaikan dan menilai sumber informasi yang disampaikan oleh anak kecil
3)      Gangguan, ini diakibatkan suara yang bising ketika berkomunikasi. Gangguan tersebut bisa berupa jarak yang terlalu jauh.
4)      Pengaruh emosi. Pada saat marah seseorang yang diberi informasi akan sulit menerima informasi tersebut. Informasi apapun yang diberikan tidak akan ditanggapi.






Sistematika Hukum Perdata


. Sistematika Hukum Perdata
Hukum perdata ( Burgerlijkrecht ) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara  orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Hukum perdata diatur dalam ( bersumber pokok pada ) kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang disingkat KUHS ( Burgerlijk Wetboek. Disingkat B.W).[1]
KUHS itu terdiri atas 4 Buku, yaitu:
1.             Buku I, yang berjudul Perihal Orang ( Van Personen ), yang memuat hukum perorangan dan Hukum Kekeluargaan.
2.             Buku II, yang berjudul perihal Benda ( Van Zaken ), yang memuat Hukum Benda dan Hukum Waris;
3.             Buku III, yang berjudul Perihal Perikatan ( Van Verbintennnissen ), yang memuat Hukum Harta Kekayaan yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
4.             Buku IV, yang berjudul perihal pembuktian dan kadaluwarsa atau Liwat Waktu ( Van Bewijs en Verjaring ), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat liwat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Hukum kekeluargaan dalam bagian KUH Perdata ( BW ) Indonesia dimasukkan ke dalam bagian hukum tentang orang ( Buku I ), karena hubungan-hubungan hukum dalam keluarga memang berpengaruh terhadap kecakapan seseorang untuk memiliki serta menggunakan hak-haknya sebagai subjek hukum yang diatur dalam Buku I. Hukum waris dimasukkan dalam bagian tentang hukum benda karena hukum waris dimasukkan dalam bagian tentang hukum benda karena hukum waris dianggap mengatur cara-cara untuk memperoleh hak-hak atas benda, misalnya benda-benda yang merupakan harta warisan yang ditinggalkan oleh seseorang. Penempatan Buku IV tentang pembuktian dan lewat waktu ( kedaluarsa ) dalam KUH Perdata tidak tepat karena KUH perdata ( BW ) pada dasarnya mengatur hukum perdata material, sedangkan pembuktian dan kadaluwarsa merupakan bagian dari hukum acara perdata. Disinilah letak kelemahan sistematika hukum perdata dalam KUH Perdata ( BW ) Indonesia.[2]




[1] Kansil. C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1989, hlm 214
[2] Daliyo. J.B. DKK. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.1997, hlm 105-106

Sistematika Hukum Perdata


. Sistematika Hukum Perdata
Hukum perdata ( Burgerlijkrecht ) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara  orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Hukum perdata diatur dalam ( bersumber pokok pada ) kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang disingkat KUHS ( Burgerlijk Wetboek. Disingkat B.W).[1]
KUHS itu terdiri atas 4 Buku, yaitu:
1.             Buku I, yang berjudul Perihal Orang ( Van Personen ), yang memuat hukum perorangan dan Hukum Kekeluargaan.
2.             Buku II, yang berjudul perihal Benda ( Van Zaken ), yang memuat Hukum Benda dan Hukum Waris;
3.             Buku III, yang berjudul Perihal Perikatan ( Van Verbintennnissen ), yang memuat Hukum Harta Kekayaan yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
4.             Buku IV, yang berjudul perihal pembuktian dan kadaluwarsa atau Liwat Waktu ( Van Bewijs en Verjaring ), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat liwat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Hukum kekeluargaan dalam bagian KUH Perdata ( BW ) Indonesia dimasukkan ke dalam bagian hukum tentang orang ( Buku I ), karena hubungan-hubungan hukum dalam keluarga memang berpengaruh terhadap kecakapan seseorang untuk memiliki serta menggunakan hak-haknya sebagai subjek hukum yang diatur dalam Buku I. Hukum waris dimasukkan dalam bagian tentang hukum benda karena hukum waris dimasukkan dalam bagian tentang hukum benda karena hukum waris dianggap mengatur cara-cara untuk memperoleh hak-hak atas benda, misalnya benda-benda yang merupakan harta warisan yang ditinggalkan oleh seseorang. Penempatan Buku IV tentang pembuktian dan lewat waktu ( kedaluarsa ) dalam KUH Perdata tidak tepat karena KUH perdata ( BW ) pada dasarnya mengatur hukum perdata material, sedangkan pembuktian dan kadaluwarsa merupakan bagian dari hukum acara perdata. Disinilah letak kelemahan sistematika hukum perdata dalam KUH Perdata ( BW ) Indonesia.[2]




[1] Kansil. C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1989, hlm 214
[2] Daliyo. J.B. DKK. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.1997, hlm 105-106