A.
Asumsi lewis
Coser
Pandangan
Coser tidak lepas dari kritiknya atas sosiologi Amerika waktu itu yang mulai
melupakan pembicaraan konflik. Para sosiolog Amerika yang ramai-ramai
mengembangkan fungsionalisme telah menggeser tradisi berpikir sosiologi
sebelumya yang berbentuk sosiologi murni menuju corak sosiologi terapan ( Applied
Sociology ). Disamping itu, pemanfaatan temuan-temuan riset dan personel
peneliti para sosiolog masuk ke birokrasi public dan perusahaan swasta. Para
sosiolog Amerika tidak pernah membuat gambaran baik mengenai konflik. Bagi
mereka, konflik adalah disfungsi yang harus di hindari.[1]
Menurut
Lewis Coser, sosiologi harus mampu menerangkan ketertiban maupun konflik,
struktur maupun perubahan. Kritik yang dilancarkan terhadap teori konflik dan
fungsionalisme structural maupun kekurangan yang melekat di dalam masing-masing
teori itu, menimbulkan beberapa upaya
untuk mengatasi masalahnya dengan merekonsiliasi atau mengintegrasikan kedua
teori antara teori fungsionalisme structural dan teori konflik. Asumsinya
adalah bahwa dengan kombinasi maka kedua
teori itu akan menjadi lebih kuat ketimbang masing-masing berdiri sendiri.
Karya yang paling terkenal yang mencoba mengintegrasikan kedua perspektif ini
berasal dari Lewis Coser, The Function of Social Conflict ( 1956 ).[2]
Pemikiran
awal tentang fungsi konflik social berasal dari Georg Simmel, tetapi di perluas
oleh Coser. Coser lebih memilih George simmel dari pada tokoh sosiolog klasik
lain. George Simmel jauh lebih menarik perhatian Coser. Coser memilih gagasan
Simmel berupa akar gagasan dan komitmen umum untuk analisis fenomena social
berupa konflik social. Lewat tangan dan pemikiran Lewis Coser, Tulisan George
Simmel yang kurang beraturan dan masih kabur penegasannya menjadi semakin jelas
posisinya, juga tentunya lebih sistematis.[3]
Coser berjasa membuat tulisan George Simmel menjadi lebih hidup lewat tangan
dan buah pemikirannya.
Sisi
menarik pandangan sosiologis Coser adalah kesetiaan atas kajian konflik
yang bisa di jelaskannya pada dua hal penting.[4]
1. Konflik
dapat mengikat masyarakat secara bersama-sama
2. Konflik
dapat menggerakkan perjuangan dan konfrontasi.
Coser
berbeda dari beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua perspektif
yang berbeda yaitu teori kaum fungsional structural versus teori konflik, maka
Coser mengemukakan asumsinya bahwa
dengan kombinasi maka kedua teori itu
akan menjadi lebih kuat ketimbang masing-masing berdiri sendiri.
Pada
sisi lain dalam pemikiran teori konflik, Coser melihat konflik sebagai mekanisme
perubahan sosial dan penyesuaian, dapat memberi peran positif, atau fungsi
positif, dalam masyarakat.
Pandangan
teori Coser pada dasarnya usaha menjembatani teori fungsional dan teori
konflik, hal itu terlihat dari fokus perhatiannya terhadap fungsi integratif
konflik dalam sistem sosial. Coser sepakat pada fungsi konflik sosial dalam
sistem sosial, lebih khususnya dalam hubungannya pada kelembagaan yang kaku,
perkembangan teknis, dan produktivitas, dan kemudian konsen pada hubungan
antara konflik dan perubahan sosial.
[2] Ritzer George
& Goodman, Douglas J. Teori Sosiologi Modern. Ed 6. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, hlm , 158-159
[3]
Coser
mengemukakan, Simmel nampaknya mengikuti dorongan hatinya, mulai dari
epistimologi Kant sampai ke sosiologi mengenai makanan atau mode atau topic apa
saja lainnya yang mungkin muncul dalam fantasinya. Dalam proses itulah dia
mengembangkan sejumlah seketsa yang analitis dan brilian, namun
hasil keseluruhannya bersifat fragmen-fragmen.
Baca ,( Johnson, Doyle Paul, Teori Sosiologi Modern dan Klasik, Jakarta: Gramedia, 1986, hlm
254 ).
[4] Dwi Susilo,
Rachmad K. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Jogjakart: Ar-Ruzz Media. 2008,
hlm 226
Tidak ada komentar:
Posting Komentar