Minggu, 12 Februari 2012

Civic education: Demokrasi


A. Sejarah Demokrasi

Konsep demokrasi lahir dari pemikiran Yunani tentang hubungan Negara dan hokum,yang di praktikkan antara abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M. demokrasi yang di praktikkan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung, yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga Negara berdasarkan prosedur mayoritas.
Demokrasi langsung tersebut berjalan secara efektif karena Negara kota ( city state ) Yunani kuno merupakan sebuah kawasan politik yang kecil,sebuah wilayah dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 300.000 orang. Yang unik dari demokrasi yunani itu adalah ternyata hanya kalangan tertentu ( warga Negara resmi) yang dapat menikmati dan menjalankan system demokrasi awal tersebut. Sementara masyarakat berstatus budak,pedagang asing,perempuan, dan anak-anak tidak bisa menikmati demokrasi.
Demokrasi Yunani Kuno berakhir pada Abad pertengahan. Pada masa ini masyarakat Yunani berubah menjadi masyarakat feodal yang ditandai oleh kehidupan keagamaan terpusat pada paus dan pejabat agama dengan kehidupan politik yang diwarnai dengan perebutan kekuasaan dikalangan para bangsawan.
Demokrasi tumbuh kembali di Eropa menjelang akhir Abad Pertengahan, ditandai oleh lahirnya Magna Charta ( piagam besar ) di inggris. Magna Charta adalah suatu piagam yang memuat perjanjian antara kaum bangsawan dan raja John inggris. Dalam Magna Charta ditegaskan bahwa Raja mengakui dan menjamin beberapa hak khusus bawahnya. Terdapat dua hal yang sangat mendasar pada piagam ini. Pertama, adanya pembatasan kekuasaan raja; kedua, hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja.
Momentum lainnnya yang menandai kemunculan kembali demokrasi diEropa adalah gerakan pencerahan ( renaissance ) dan reformasi. Renaissance merupakan gerakan yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno. Sebagaian ahli, salah satunya sejarawan Philip K. Hitti, menyatakan bahwa gerakan pencerahan di barat merupakan buah dari kontak Eropa dengan dunia islam yang ketika itu sedang berada pada puncak kejayaan peradaban dan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan islam pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Razi, Al-Kindi,Umar Khayyam, Al- Khawarizmi tidak saja berhasil mengembangkan ilmuan persi Kuno dan warisan Yunani Kuno,melainkan berhasil pula menjadikan temuan mereka sesuai dengan alam pikiran Yunani. Pemuliaan ilmuan muslim terhadap kemampuan akal ternyata telah berpengaruh pada bangkitnya kembali tuntutan demokrasi di masyarakat Barat. Dengan ungkapan lain, rasionalitas islam memiliki sumbangsih tidak sedikit terhadap kemunculan kembali tradisi berdemokrasi di Yunani.
Gerakan reformasi merupakan penyebab lain kembalinya tradisi demokrasi di Barat, setelah sempat tenggelam pada abad pertengahan. Gerakan reformasi adalah gerakan revolusi agama di Eropa pada abad ke-16. tujuan dari gerakan ini merupakan gerakan kritis terhadap kebekuan doktrin greja. Selanjutnya gerakan reformasi ini dikenal dengan gerakan protestanisme Amerika. Gerakan ini dipelopori oleh Marthin Luther King yang menyerukan kebebasan berfikir dan bertindak. Gerakan kritis terhadap kejumudan gereja dan monarki absolute bertumpu pada rasionalitas yang berdasar pada hokum alam dan kontrak social ( social contract ). Salah satu asas dalam hokum alam itu adalah  pandangan bahwa dunia ini dikuasai oleh hokum yang timbuli alam. ( natural law ) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal.berlaku untuk semua waktu dan semua orang, baik raja, bangsawan, maupun rakyat jelata. Unsure universalitas hokum alam pada akhirnya mempengaruhi kehidupan politik di Eropa. Politik tidak lagi berdasarkan kepatuhan absolute dari rakyat kepada raja. Tetapi, didasarkan pada perjanjian social kontrak yang mengikat kedua belah pihak.
Lahirnya istilah kontrak social antara yang berkuasa dan yang dikuasai tidak lepas dari dua filsuf Eropa, John Lock ( Inggris ) dan Montesquieu ( perancis ). Pemikiran kedua nya telah berpengaruh pad ide dan gagasan pemerintah demokrasi . menurut Locke ( 1632-1704 ), hak –hak politik rakyat mencakup hak atas hidup kebebasan dan hak kepemilikan. Sedangkan menurut Montesquieu ( 1689-1744 ), system politik yang dapat menjamin hak-hak politik tersebut adalah melalui prinsip trias politica . trias politica adalah suatau system pemisahan kekuasaan dalam Negara menjadi tiga kekuasaan : oleh organ tersendiri secara merdeka.
Gagasan demokrasi dari kedua filsuf Eropa itu pada akhirnya berpengaruh pada kelahiran konsep konstitusi demokrasi Barat. Konstitusi demokrasi yang bersandar pada trias politica ini selanjutnya berakibat pada munculnya konsep welfare state ( Negara kesejahteraan ). Konsep Negara kesejahteraan pada intinya merupakan suatu konsep pemerintahan yang memprioritaskan kinerjanya pada peningkatan kesejahteraan warga Negara.
a ) Demokrasi di Indonesia

Sejarah demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat priode: periode 1945-1959, periode 1959-1965, periode 1965-1998, dan periode pasca Orde Baru.
  1. Periode 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan. Namun demikian, model demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk Indonesia. Lemahnya budaya demokrasi untuk mempraktikkan demokrasi model Barat ini telah memberi peluang sangat besar kepada partai-partai politik untuk mendominasi kehidupan social politik.
Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai dengan system demokrasi Parlementer ini akhirnya melahirkan fragmentasi politik berdasarkan afiliasi kesukuan dan agama. Akibatnya , pemerintahan yang berbasis pada koalisi politik pada masa ini jarang dapat bertahan lama. Koalisi yang dibangun dengan sangat mudah pecah. Hal ini mengakibatkan destabilisasi politik nasional yang mengancam integrasi nasional yang sedang dibangun. Persaingan tidak sehat antara fraksi-fraksi politik dan pemberontakan daerah terhadap pemerintahan pusat telah mengancam berjalannya demokrasi itu sendiri.
Factor-faktor disintegratif di atas, ditambah dengan kegagalan partai-partai dalam majelis Konstituante untuk mencapai consensus mengenai dasar Negara untuk mencapai konsensusmengenai dasar Negara untuk undang-undang dasar baru,mendorong presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 juli 1959, yang menegaskan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945, dengan demikian, masa demokrasi berdasarkan system parlementer berakhir, digantikan oleh Demokrasi Terpimpin ( Guided Democracy ) yang memosisikan Presiden Soekarno menjadi pusat kekuasaan.
  1. Periode 1959-1965

Periode ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin. Cirri-ciri demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara (ABRI ) dalam panggung politik nasional. Hal ini disebabkan oleh lahirnya Dekrit Presiden 5 juli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kebuntuhan politik melalui pembentukan kepemimpinan personal yang kuat. Sekalipun UUD 1945 memberi peluang seorang presiden untuk memimpin pemerintahan selama lima tahun, ketetapan MPRS No. III/ 1963 mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Dengan lahirnya ketetapan MPRS ini secara otomatis telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945. 
Kepemimpinan presiden tanpa batas ini terbukti melahirkan tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-Umdang Dasar 1945. misalnya, pada tahun 1960 presiden soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum, padahal dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk berbuat demikian. Dengan kata lain, sejak diberlakukan Dekrit presiden 1959 telah terjadi penyimpangan konstitusi oleh presiden.
Dalam pandangan sejarawan Ahmad Syafi’i Ma,arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Presiden Soekarno ibarat seorang ayah dalam sebuah keluarga besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang sangat besar dalam demokrasi terpimpin model Presiden Soekarno adalah pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi, yakni lahirnya absolutisme dan terpusatnya kekuasaan pada diri pemimpi, dan pada saat yang sama hilangnya control social dan Check and balance dari legislative terhadap eksekutif.
Dalam kehidupan politik, peran politik Partai Komunis Indonesia ( PKI ) sangat-sangatlah menonjol. Bersandar pada Dekrit Presiden 5 juli sebagai sumber hokum, didirikan banyak badan ekstra konstitusional seperti Front Nasional yang digunakan oleh PKI sebagai wadah kegiatan politik. Front Nasional yang digunakan oleh PKI untuk menjadi bagian strategi taktik komunisme internasional yang menggariskan pembentukan Front Nasional sebagai persiapan kea rah terbentuknya demokrasi rakyat.  Strategi politik PKI untuk mendulang keuntungan dari karisma kepemimpinan Presiden Soekarno dengan cara mendukung pemberedelan pers dan partai politik misalnya Masyumi, yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan.
Perilaku politik PKI yang berhaluan sosialis Marxis tentu tidak dibiarkan begitu saja oleh partai politik islam dan kalangan militer TNI, yang pada waktu itu merupakan salah satu komponen politik penting presiden Soekarno. Akhir dari system demokrasi terpimpin Soekarno yang berakibat pada persetuan politik ideologis antara PKI dan TNI adalah peristiwa berdarah yang dikenal dengan gerakan 30 september 1965.
  1. Periode 1965-1998
Periode ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan Orde Barunya. Sebutan Orde Baru merupakn kritik terhadap periode sebelumnya, Orde Lama. Orde Baru, sebagaimana dinyatakan oleh pendukungnya, adalah upaya untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang terjadi dalam masa Demokrasi Terpimpin. Seiring pergantian kepemimpinan nasional, demokrasi terpimpin ala presiden Soekarno telah diganti oleh elite Orde Baru dengan Demokrasi pancasila.
Beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya yang menetapkan masa jabatan presiden seumur hidup untuk presiden Soekarno telah dihapuskan dan diganti dengan pembatasan jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali melalui proses pemilu.
Demokrasi pancasila secara garis besar menawarkan tiga komponen demokrasi. Pertama, demokrasi dalam bidang politik pada hakikatnya adalah menegakkan kembali asas-asas Negara hukum dan kepastian hukum. Kedua, demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga Negara. Ketiga, demokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas yang tidak memihak.
Hal yang sangat disayangkan adalah, alih-alih pelaksanaan ajaran pancasila secara murni dan konsekuensi, demokrasi pancasila yang dikampanyekan oleh Orde Baru  baru sebatas retorika politik belaka. Dalam praktik kenegaran dan pemerintahannya, penguasa Orde Baru bertindak jauh dari prinsip-prinsip demokrasi. Seperti dikatakan oleh M.Rusli Karim, ketidakdemokratisan penguasa orde baru di tandai oleh :
  1. dominannya peranan militer ( ABRI )
  2.  birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik
  3. pengebirian peran dan fungsi partai politik
  4. campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan public
  5. politik masa mengambang
  6. monolitisasi idiologi Negara
  7. inkorporasi lembaga nonpemerintah.
      4. Periode Pasca Orde Baru
Periode pasca orde baru sering disebut dengan era reformasi. Periode ini erat hubungannya dengan gerakan reformasi rakyat yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen. Tuntutan ini ditandai oleh lengsernya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan Orde Baru pada Mei 1998, setelah lebih dari tiga puluh tahun berkuasa dengan demokrasi pancasilanya. Penyelewengan atas dasar Negara pancasila oleh penguasa Orde Baru berdampak pada sikap antipati sebagian masyarakat terhadap dasar Negara tersebut.
Pengalaman pahit yang menimpa pancasila, yang pada dasarnya sangat terbuka, inklusif, dan penuh nuansa HAM, berdampak pada keengganan kalangan tokoh reformasi untuk menambah atribut tertentu pada kata demokrasi. Bercermin pada pengalaman manipulasi atas pancasila oleh penguasa Orde Baru, demokrasi yang hendak dikembangkan setelah kejatuhan rezim Orde Baru adalah demokrasi tanpa nama atau demokrasi embel-embel di mana hak rakyat merupakan komponen inti dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang demokratis. Wacana demokrasi pasca Orde  Baru erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat madani ( civil society ) dan penegakan HAM secara sungguh-sungguh.
A.   Unsur Pokok yang dibutuhkan tatanan masyarakat yang demokratis
Menjadi demokratis membutuhkan norma dan rujukan praktis serta teoritis dari masyarakat yang telah maju dalam berdemokrasi. Menurut cendekiawan muslim Nurcholish Madjid, pandangan hidup demokratis dapat bersandar pada bahan-bahan yang telah berkembang baik secara teoritis maupun pengalaman praktis dinegara-negara yang demokrasinya sudah mapan.setidaknya ada enam norma atau unsur pokok yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis. Keenam norma itu adalah:
1.      Kesadaran akan pluralisme. Kesadaran akan kemajemukan tidak sekedar pengakuan pasif akan kenyataan masyarakat yang majemuk. Kesadaran atas kemajemukan menghendaki tanggapan dan sikap positif terhadap kemajemukan itu sendiri secara aktif. Pengakuan akan kenyataan perbedaan harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku menghargai dan mengakomodasi beragam pandangan dan sikap dan kelompok lain, sebagai bagian dari kewajiban warga Negara dan Negara untuk menjaga dan melindungi hak orang lain untuk diakui keberadaannya.jika norma ini dijalankan secara sadar dan konsekuen diharapkan dapat mencegah munculnya sikap dan pandangan hegemoni mayoritas dan tirani minoritas dalam konteks Indonesia, kenyataan alamiah kemajemukan Indonesia bisa dijadikan sebagai modal potensial bagi masa depan demokrasi Indonesia.
2.      Musyawarah. Makna dan semangat musyawarah ialah mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan warga Negara untuk secara tulus menerima kemungkinan untuk melakukan negosiasi dan kompromi-kompromi social dan politik secara damai dan bebasa dalam setiap keputusan bersama. Semangat musyawarah menuntut agar setiap orang menerima kemungkinan terjadinya “ partial functioning of ideals “, yaitu pandangan dasar bahwa belum tentu, dan tak harus, seluruh keinginan atau pikiran seseorang atau kelompok akan diterima dan dilaksanakan sepenuhnya konsekuensi dari prinsip ini adalah kesediaan setiap orang maupun kelompok untuk menerima pandangan yang berbeda dari orang atau kelompok lain dalam bentuk-bentuk kompromi melalui jalan musyawarah yang berjalan secara seimbang dan aman.
3.      cara haruslah sejalan dengan tujuan. Norma ini menekankan bahwa hidup demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan.dengan ungkapan lain, demokrasi pada hakikatnya tidak hanya sebatas pelaksanaan prosedur-prosedur demokrasi ( pemilu, suksesi kepemimpinan, dan aturan mainnya ), tetapi harus dilakukan secara santun dan beradab, yakni melalui proses demokrasi yang dilakukan tanpa paksaan, tekaknan, dan ancaman dari dan oleh siapapun, tetapi dilakukan secara suka rela, dialogis, dan saling menguntungkan.unsur-unsur inilah yang melahirkan demokrasi yang substansian.
4.      Norma kejujuran dalam pemufakatan. Suasana masyarakat demokratis dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat untuk mencapai kesepakatan yang memberi keuntungan semua pihak. Karena itu, factor ketulusan dalam usaha bersama mewujudkan tatanan social yang baik untuk semua warga Negara merupakan hal yang sangat penting dalam membangun tradisi demokrasi. Prinsip ini erat kaitannya dengan faham musyawrah seperti telah dikemukakan diatas.musyawarah yang benar dan baik hanya akan berlangsung jika masing-masing pribadi atau kelompok memiliki pandangan positif terhadap perbedaan pendapat orang lain.
5.      kebebasan nurani, persamaan hak, dan kewajiban. Pengakuan akan kebebasan nurani ( freedom of conscience ), persamaan hak dan kewajiban bagi semua( egalitarianism ) merupakn demokrasi yang harus diintegrasikan dengan sikap percaya pada I’ tikad baik orang dan kelompok lain ( trust attitude ).norma ini akan berkembang dengan baik jika ditopang oleh pandangan positif dan optimis terhadap manusia. Sebaliknya, pandangan negative dan pesimis terhadap manusia dengan mudah akan melahirkan sikap dan perilaku curiga dan tidak percaya kepada orang lain. Sikap dan perilaku ini akan sangat berpotensi melahirkan sikap enggan untuk saling terbuka, saling berbagi untuk kemaslahatan bersam atau untuk melakukan kompromi dengan pihak-pihak yang berbeda.
6.      Trial and error ( percobaan dan salah ) dalm demokrasi. Demokrasi bukanlah sesuatu yang telah selesai dan siap saji, tetapi ia merupakan sebuah proses tanpa henti. Dalam kerangka ini demokrasi membutuhakan percobaan-percobaan dan kesediaan semua pihak untuk menerima kemungkinan ketdak tepatan atau kesalahan dalam peraktik berdemokrasi.
Untuk meminimalkan unsur-unsur negative demokrasi, partisipasi warga Negara mutlak dibutuhkan. Sebagai Negara yang masih minim pengalaman berdemokrasinya, Indonesia masih membutuhkan percobaan-percobaan dan “ jatuh bangun “ dalam berdemokrasi. Kesabaran semua pihak untuk melewati proses-proses demokrasi akan sangat menentukan kematangan demokrasi Indonesia dimasa yang akan datang.
B.   Makna dan Hakikat Demokrasi

Secara etimologis kata demokrasi berasal dari bahasa yunani demos dan cratos atau cratein. Demos, yang berarti  rakyat atau penduduk setempat, dan cratos atau cratein semakna dengan kekuasaan atau kedaulatan. Gabungan dua kata demos-cratein atau cratos ( demokrasi ) memiliki arti suatu sistem pemerintahan yang kedaulatan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,dilaksanakan oleh rakyat, untuk kepentingan rakyat.
Demokrasi didunia sudah menjadi pilihan terbaik sebagian besar manusia, sebagai suatu system kehidupan bernegara dan berpemerintahan. Sehingga demokrasi dianggap sebagai suatu asas fundamental. Dan juga sebagai asas kenegaraan yang secara essensial memberikan arah bagi peranan rakyat atau masyarakat untuk menjadikan  negara sebagai organisasi tertinggi nya.
Menurut pengertian secara istilah ( terminology ) dari para ahli, misalnya :
a)      Sidney Hook menyatakan : “ demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan pemerintahan yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.”
b)      Henry B. Mayo,” demokrasi sebagai system politik merupakan suatu system yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan –pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
c)      Philippe C.Schmitter dan Terry Lynn Karl, menyatakan : “ demokrasi sebagai suatu system pemerintahan, yang meminta pemerintah bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya di wilayah public oleh warganegara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang terpilih.”
d)     Affan Gaffar ( 2000 ), memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara normative ( demokrasi normative ) dan empiric ( demokrasi empiric ).                        
Demokrasi normatif  adalah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah Negara. Sedangkan demokrasi empirik adalah demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis.
e) Joseph A. Schmeter menyatakan, demokrasi merupakan suatu perencanaan   institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
Dari batasan atau definisi di atas dapat dipahami bahwa Negara yang menganut system demokrasi adalah Negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak atau kemauan rakyat. Dari sudut organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat, karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
Jadi hakekat demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat, dan pemerintahan untuk rakyat ( government of the people, government by people, and government for people ).
Pemerintahan dari rakyat ( government of the people ), maknanya pemerintahan yang sah dan diakui oleh rakyat. Artinya pemerintahan yang mendapat pengakuan sah dan dukungan yang diberikan oleh rakyat, melalui proses pemilu yang jujur dan adil serta bebas rahasia. Tentu ada pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui oleh rakyat, maksudnya pemerintahan yang sedang menjalankan tugasnya tapi tidak mendapatkan legitimasi atau pengakuan sah dan dukungan dari rakyat. Legitimasi menjadi sangat penting bagi pemerintahan untuk menjalankan amanat rakyat dengan birokrasi yang dibangunnya, untuk memenuhi tuntutan rakyat tersebut.
Pemerintahan oleh rakyat ( government by the people ), maksudnya pemerintahan yang dijalankan itu kekuasaannya atas nama rakyat, bukan atas dorongan perorangan, atau keinginan diri sendiri. Sehingga rakyat selalu mengawasinya. Pengawasan rakyat ini secara langsung bisa dilakukan oleh DPR ( Dewan Perwakilan Rakyat ) hasil pemilu serta DPD ( Dewan Perwakilan Daerah ). Secara tidak langsung oleh semua rakyat, misalnya lewat pers.
Pemerintahan untuk rakyat ( government for the people , mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalan kan untuk kepentingan rakyat. Kepentinagan rakyat umum harus dijadikan landasan utama kebijakan sebuah pemerintahan yang demokratis.
Demi terciptanya proses demokrasi setelah terbentuknya sebuah pemerintahan demokratis, lewat mekanisme pemilu demokratis, Negara berkewajiban untuk membuka saluran-saluran demokrasi. Selain saluran demokrasi formal lewat DPR dan partai politik, untuk mendapat masukan dan kritik dari warga Negara dalam rangka terjadinya control terhadap jalannya pemerintahan, pemerintah yang demokratis berkewajiban menyediakn dan menjaga saluran-saluran demokrasi nonformal bisa berupa penyediaan fasilitas-fasilitas umum atau ruang public ( public sphere ) sebagai sarana interaksi social, seperti stasiun radio dan televisi, teman, dan lain-lain. Sarana public ini dapat digunakan oleh semua warga Negara untuk menyalurkan pendapatnya secara bebas dan aman. Rasa aman dalam menyalurkan pendapat dan sikap harus dijamin oleh Negara melalui undang-undang yang dijalankan oleh aparaturnya secara adil.
Hal lainnya yang menunjang kebebasan berekspresi dan berorganisasi adalah dukungan pemerintah terhadap kebebasan pers yang bertanggung jawab.


C.         Unsur- unsur Pendukung Tegaknya Demokrasi

Tegaknya demokrasi sebagai sebuah tatanan kehidupan kenegaraan, pemerintahan, ekonomi, social dan politik sangat bergantung kepada keberadaan dan peran yang dijalan kan oleh unsure-unsur penopang tegaknya demokrasi antara lain :
1.      Negara Hukum ( Rechtsstaat atau The Rule Of Law )
Negara hukum memiliki pengertian bahwa Negara memberikan perlindungan hokum bagi warga Negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta menjamin Hak Asasi Manusia. Secara garis besar Negara hokum adalah sebuah Negara dengan gabungan kedua konsep dan the rule of law. Konsep rechtsstaat mempunyai cirri-ciri berikut :
a)      Adanya perlindungan terhadap HAM
b)      Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga Negara untuk menjamin perlindungan HAM
c)      Pemerintsh berdasarkan peraturan
d)     Adanya peradilan administrasi
Sedangkan, the rule of law dicirikan oleh adanya :
a)      supremasi aturan-aturan hokum
b)      kesamaan kedudukan didepan hokum
c)      jaminan perlindungan HAM
Istilah Negara hukum lebih jelas nya dapat ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 yang berbunyi: “ indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas hukum dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka”. Penjelasan tersebut sekaligus merupakan gambaran system pemerintahan Negara Indonesia.
2.      Masyarakt Madani ( civil Society )
Masyarakat madani adalah masyarakat dengan ciri-cirinya yang terbuka, egaliter, bebas dari dominasi dan tekanan Negara. Masyarakat madani merupakan elemen yang sangat signifikan dalam membangun demokrasi. Posisi penting masyarakt madani dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Negara atau pemerintah.
Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic enagement yaitu keterlibatan warga Negara dalam asosiasi social. Keterlibatan warga Negara ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antar satu dengan yang lainnya yang sangat penting artinya bagi bangunan politik demokrasi, ( Saiful Mujani : 2001 ). Masyarakat madani atau civil society dan demokrasi bagi gillner, merupakan dua kata kunci yang tidak dapat diisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi. Selain itu demokrasi merupakan pandangan mengenai masyarakat dalam kaitan dengan pengungkapan kehendak, adanya perbedaan pandangan, keragaman dan consensus. Tatanan nilai masyarakat itu ada dalam masyarakt madani. Karena itu demokrasi membutuhkan tatanan nilai-nilai social yang ada pada masyarakat madani.
Masyarakat madani dibentuk diluar Negara, maksudnya tanpa campur tangan Negara, seperti LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ). Ia dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai mitra kerja Negara ( eksekutif dan legislative serta yudikatif ), dapat melakukan control social, sehingga keberadaannya menjadi sangat penting bagi kehidupan demokrasi.
3.      Infrastruktur Politik atau Aliansi Kelompok Strategis
Infrastruktur politik atau aliansi kelompok strategis adalah organisasi politik, organisasi masyarakat, serta kelompok-kelompok penekan atau kelompok kepentingan, yaitu partai-partai politik,  organisasi keagamaan misalnya NU, Muhammadiyah, Persis, Perti, Nahdatul Wathon al-Wasliyah, al-Irsyad, Walubi, PGI dan lain-lian. Kalau Organisasi Profesi atau menurut keahlian seperti Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ), Asosiasi Ilmuwan Politik Indonesia ( AIPI ). Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ), dan sebagainya.
Peran politik dalam menegakkan demokrasi adalah:
a)      Sebagai sarana komunikasi politik
b)      Sebagai sarana sosialisasi politik
c)      Sebagai sarana rekruitmen kader dan anggota politik
d)     Sebagai sarana pengatur konflik
Wujud demokrasi berada pada aktivitas infrastruktur politik tersebut, sehingga menjadi pilar demokrasi.
4.      Pers yang bebas dan bertanggungjawab
Pers adalah sarana public di luar infrastruktur politik, untuk menyampaikan gagasan, pikiran dan lain-lain, secara tertulis dan bebas kepada public. Seringkali kebablasan dalam menyampaikan kebebasannya itu, sehingga perlu adanya tanggung jawab akan akibat yang mungkin akan terjadi karena pers menjadi salah satu pilar penegakan demokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar